Senin, 19 Oktober 2009


Tegur sapa disertai senyum penuh keramahan, itulah yang khas apabila mampir di kedai kopi milik Untung (31) yang terletak di tengah pasar Keputran Surabaya. Kedai kopi ini selalu buka mulai pukul 03.00 WIB sampai dengan pukul 17.00 WIB. Pasar Keputran yang letaknya dekat dengan Indosat Centre Surabaya sebenarnya memiliki banyak kedai kopi sehingga menyebabkan persaingan nampak sangat jelas. Mulai dari harga hingga kelengkapan jenis makanan atau minuman yang dijual. Tak lupa juga kecekatan dalam melayani pelanggan apabila tidak ingin didahului yang lain.

Untung mengaku senang dan bersyukur bisa mendapat rejeki untuk keluarganya dari berjualan di pasar ini. Walaupun tak pelak ia masih tetap menemui kendala. Musim hujan adalah salah satu kendala bagi Untung, karena sebagian besar tanah pasar akan becek dan licin yang seterusnya akan berimbas pada tanah di sekitar rombong kedainya. “Kalau jalan udah becek gini, area depan ini jadi luicin dan nggak nyaman untuk dilewati mbak. Sampai terkadang saya harus sering-sering geser rombong kanan-kiri.” Ujar penyuka warna putih ini sambil menunjuk area yang ia sebutkan, yakni tepat di depan rombong kedai. Kedai kopi milik Untung selalu ramai di datangi pembeli karena selain membeli langsung dirinya juga menerima pesanan dalam bentuk bon alias utang. Ini menjadi salah satu faktor dagangan Untung terbilang laris di antara yang lain. Namun, Ayah satu anak ini pun pernah tertipu oleh pelanggannya sendiri yang terkadang memesan kopi tapi tidak membayar dan malah ngeloyor pergi tanpa diketahui. Akan tetapi bagi seorang Untung hal itu tidak terlalu dipikirkan karena dia percaya rejeki akan datang dua kali lipat apabila dia selalu bekerja dengan sabar.

Awalnya kedai kopi tersebut bukanlah milik Untung melainkan merupakan hadiah dari sang mertua. Empat tahun sudah Untung menikah dengan Nur Paijun (26), sejak saat itulah kepemilikan kedai kopi pun berpindah. Pria berperawakan kecil dan berkulit kuning ini juga mengaku beruntung mendapatkan kepecayaan mertuanya untuk mengelola kedai kopi keluarga, dari awal memperistri Nur Paijun yang berasal dari Gresik Untung memang merasa bahwa wanita tersebut adalah hadiah terindah dari Tuhan dalam hidupnya. Ketika sedang diwawancarai oleh penulis, Untung terlihat sangat antusias dan bahkan mau saja menceritakan sejarahnya yang bermula seorang anak dari Pacitan yang ingin mengais rejeki di kota pahlawan yang panas. Sebelum mengelola kedai kopi pemberian mertua, pria yang tidak tahu kapan tanggal lahirnya ini pernah bekerja sebagai pemasang pernak-pernik kebaya pengantin dan juga sebagai pengrajin furniture di daerah Sawahan. Menurutnya yang paling nyaman adalah pekerjaannya saat ini, karena dirinya merasa lebih leluasa dalam mengatur apa saja yang akan ia kerjakan. “Mungkin karena dulu ikut orang kali mbak ya jadinya enak'an sekarang apa-apa nggak melulu aturan soko sing nduwur.” tandasnya dengan logat jawa kental.

Untung memang seorang yang ramah kepada setiap orang. Meskipun terlihat banyak menerima pesanan minuman saat itu, ia tetap saja bersedia menjawab pertanyaan penulis di sela-sela kesibukannya. Sesekali bahkan diiringi guyonan yang ia buat spontan bersama seorang temannya yang sedang santai menyeruput es teh manis di sisi kiri kedai. Pelajaran berharga yang dapat kita petik dari kisah seorang Untung bukan? Selamat mengambil teladannya.. :)



Selasa, 13 Oktober 2009

Liburan Kelabu

Gema takbir berkumandang tepat pada tanggal 20 september 2009 pukul 20.00 WIB. Saat-saat yang paling ditunggu umat Islam sedunia setelah berpuasa sebulan penuh memenuhi kewajiban diri. Mungkin akan sangat menyenangkan apabila saat-saat seperti itu kita semua sedang berada di tengah keluarga tercinta, akan tetapi berbeda denganku. Memang aku tidak sendiri, aku ditemani oleh beberapa keluarga. Hanya saja bukan keluarga inti. Telepon genggam pun menjadi satu-satunya sarana pelepas dahaga kangen bertemu keluarga yang berada di kejauhan. Tak lama setelah hari Lebaran mama dan nenek memutuskan untuk pulang ke Surabaya, benar-benar hal yang paling ku tunggu di tipa tahunnya. Kali ini memang beda, biasanya mama selalu datang sendiri tapi karena nenek ingin pulang beliau pun ikut datang. Sayangnya, justru kondisi nenek agak drop waktu perjalanan.

Sesampainya mereka di Surabaya, sakit nenek bukan semakin membaik malah sebaliknya. Berbagai usaha pengobatan tentu dilakukan keluargaku. Tak hanya satu dokter yang menangani namun kondisi nenek semakin buruk. Keluarga akhirnya memutuskan untuk membawa nenek ke Lamongan desa kelahiran nenek. Kata mama,sudah lama nenek menginginakan kembali ke kota kelahirannya.

Baru empat hari kita disana, ternyata Allah berkehendak lain. Nenekku menghembuskan nafas terakhirnya Sabtu, 26 September 2009 pikul 06.00 pagi. Aku yang merupakan cucu yang hampir empat tahun tak bertemu pun merasa sangat kehilangan. Belum genap seminggu aku bersamanya, aku malah harus kehilangan belau untuk selamanya. Huffh..Ya Allah ini memang benar-benar liburan kelabu bagiku. Rencana awal untuk pergi berwisata saat liburan bersama keluarga harus gagal. Kita memang tidak akan pernah tahu rahasia kehidupan ini. Semoga Allah mengampuni segala dosa nenek dan menerima beliau di sisiNya, Amieeeen. Elina sayang nenek.. -_-